Kondisi Jalan Rusak di Sintang: Tantangan dan Harapan Masyarakat Lokal
WARTA KAYAN - Pernah nggak sih kalian merasa frustrasi cuma karena jalan yang kalian lewati tiap hari malah bikin perjalanan jadi seperti naik wahana roller coaster? Nah, itu yang saya alami waktu main ke Sintang beberapa bulan lalu. Awalnya, saya excited banget. Udah kebayang bakal menikmati suasana asri pedesaan Kalimantan Barat, lengkap dengan udaranya yang segar dan pemandangan hijau sejauh mata memandang. Tapi begitu masuk ke daerah pedalamannya, saya langsung dibuat sadar: jalan di sana itu parah banget rusaknya!
Jalan-jalan berlubang, aspal yang udah terkelupas kayak kulit yang kebakar matahari, plus genangan air di mana-mana—nggak cuma bikin perjalanan lebih lama, tapi juga bikin was-was. Pas hujan, jalanan berubah jadi kolam lumpur yang nggak ada ujungnya. Kalau kering? Debu-debu beterbangan bikin mata perih dan susah napas. Kasian banget warga sekitar yang harus menghadapi ini setiap hari, apalagi mereka yang bawa hasil panen ke pasar.
Saya sempat ngobrol sama Pak Dius, salah satu warga di Desa Sungai Risap Mensiku Bersatu. Dia cerita kalau perjalanan dari desanya ke Sintang yang biasanya cuma butuh sejam, sekarang bisa makan waktu dua atau tiga jam gara-gara jalan rusak. “Kalau bawa barang berat seperti kelapa sawit atau karet, seringnya malah ban truk bocor di tengah jalan,” katanya sambil geleng-geleng. Nggak jarang, kendaraan sampai harus ditinggal di jalan karena nggak bisa lanjut.
Jujur, ini bikin saya merenung. Kita sering ngomongin pembangunan infrastruktur di kota besar, tapi gimana dengan daerah seperti Sintang? Jalan rusak ini bukan cuma bikin ribet kehidupan sehari-hari, tapi juga berdampak ke ekonomi. Harga barang jadi mahal karena biaya transportasi naik. Anak-anak yang harus ke sekolah pun sering bolos karena kendaraan nggak bisa lewat.
Tapi, di balik semua ini, saya melihat harapan. Masyarakat lokal nggak cuma diam dan terima nasib. Mereka kerja bakti memperbaiki jalan pakai bahan seadanya—kadang cuma batu kerikil dan pasir yang dikumpulkan bareng-bareng. Ada juga warga yang bikin video dan posting di media sosial supaya pemerintah lebih perhatian. Usaha ini mulai membuahkan hasil, lho. Beberapa jalan utama sudah diperbaiki, meskipun belum sempurna.
Kalau saya boleh kasih saran (dan ini berdasarkan obrolan dengan warga juga), fokus utama mestinya nggak cuma perbaikan jalan, tapi juga perawatan rutin. Percuma diperbaiki kalau beberapa bulan kemudian rusak lagi karena dilewati truk-truk besar tanpa pengaturan beban maksimal. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat lokal juga penting banget. Pemerintah bisa belajar dari warga soal prioritas perbaikan, sementara warga bisa dilibatkan dalam pengawasan proyek supaya anggarannya nggak "menghilang entah ke mana."
Setiap kali saya ingat perjalanan itu, ada rasa sedih sekaligus kagum. Sedih karena akses dasar seperti jalan masih jadi masalah besar di banyak daerah kita, tapi kagum sama semangat warga Sintang yang nggak mau menyerah. Mereka tetap optimis, terus berjuang, dan berharap suara mereka didengar. Semoga kondisi ini bisa jadi perhatian lebih banyak pihak, ya. Kalau jalannya diperbaiki, saya yakin Sintang punya potensi besar untuk berkembang!
Oh ya, kalau kalian pernah ngalamin hal serupa di daerah lain, cerita dong! Siapa tahu, ada pelajaran yang bisa diambil dan dibagi. 😊
Post a Comment